Friday, April 10, 2015

Menyoal Budaya Malu

source : dinararisandy.wordpress.com [ tanyakan pada diri anda apa yang bisa anda lakukan ]  
Kemarin saya mengikuti seminar yang dipersembahkan CSR XL axiata yang berjudul XL Future Leader dengan program University Roadshow. Sepesialnya UNJ adalah kunjungan pertama University Roadshow tersebut. Tidak bukan dan tidak lain tujuan dari acara ini ialah menemukan pemimpin-pemimpin baru Indonesia dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia baik itu negeri maupun swasta. Namun satu hal yang menarik yang menjadi bahan pembicaraan ialah menyangkut dengan Efective Communication. Dari narasumber yang hadir pada saat itu, Indonesia punya satu penyakit yaitu budaya malu. Malu dalam hal ini dalam menyatakan pendapat. Singgungnya, para mahasiswa saat ini tidak lagi dapat berkomunikasi dengan baik bahkan cenderung malu dalam mengemukakan pendapat. Diajukanlah pertanyaan spontan kepada seluruh hadirin yang notabennya ialah mahasiswa. Apakah kalian sering bertanya atau menyanggah dosen di dalam kelas? Dan tidak ada satupun yang menjawab, justru respon dari para peserta ialah tertawa menyadari. Sebetulnya keberanian mengemukakan pendapat itu ialah suatu kemampuan intelektual. Ya, memang Indonesia menganut budaya malu yang sangat tinggi. Kemudian narasumber membandingkan mahasiswa di Indonesia dengan mahasiswa di negara lain seperti negara maju di Eropa dan di Amerika. Dijelaskan bahwasanya mahasiswa di luar negeri itu cenderung aktif yang berisi. Lebih lanjut ia mengatakan nyeletuk saja tidak baik, melainkan harus didasari secara ilmiah jika ingin mengemukakan pendapat. 

Budaya malu itu sebenarnya harus kita kurangi. Bukan berarti mengurangi budaya malu justru menjadi tidak sopan terhadap siapa saja yang menjadi lawan bicara kita. Paling tidak kita tidak lagi seperti manusia yang dilakban mulutnya sehingga tidak dapat bersuara atau menyuarakan kebaikan. Kuliah itu adalah sebuah ibadah yang pastinya memberikan kita kebaikan. Kita harus berkaca kepada pesaing-pesaing kita dalam dimensi global. Seperti negara-negara maju di Eropa dan Amerika bahkan negara tetangga kita Malaysia saja sudah bisa menjadi teladan bagi kita. Dalam angka competitiveness index Indonesia berada di peringkat bawah dari semua negara anggota ASEAN yang mana peringkat pertama diduduki Singapura dan Malaysia berada di atas Indonesia. Ini yang menjadi tantangan bagi kita, khususnya para mahasiswa yang seharusnya menjadi Agent of Change yang dapat memberikan perubahan bagi bangsa dan negara. Lebih lanjut, dalam waktu dekat ini kita akan menghadapi MEA ( Masyarakat Ekonomi ASEAN ) yang mana pasti berbuahkan kompetisi. Bayangkan jika usia-usia produktif Indonesia tidak mampu bersaing tentu kita akan kalah dalam pertarungan.

Jelas kita ketahui bahwasanya MEA ialah free trade, yang mana pekerja semua kebutuhan masyarakat bukan saja hasil produk Indonesia melainkan hasil dari seluruh negara anggota ASEAN. Pertama yang harus kita lakukan menyangkut budaya malu yang lebih tinggi ialah jangan lagi takut di dalam mengemukakan pendapat. Sebab jika membandingkan pengetahuan antara mereka yang hidup di negara maju dibanding kita yang hidup di Indonesia jelas kita tidak kalah. Yang menjadi persoalan besar, kemauan kita untuk muncul dan menunjukkan diri kita ke mata dunia belum begitu berani. Jadi, marilah anak muda kita satukan tekad berjuang bagi Indonesia dan membawanya ke mata dunia.

No comments :

Post a Comment