Monday, February 23, 2015

Tayangan Kita Sedang Terjajah

Beberapa bulan belakangan ini saya mempertanyakan mengapa tayangan televisi kita lebih banyak menayangkan aktor atau aktris India. Dan yang lebih herannya lagi, banyak sekali masyarakat yang suka bahkan tercandu dengan tayangan India tersebut. Tapi bagi saya, ini adalah hal buruk bagi dunia penyiaran Indonesia. Begitu beragamnya budaya Indonesia bahkan masyarakat mancanegara pun mengakui keberagaman itu tetapi mengapa aktor dan aktris India yang kenyang di Indonesia. Pernahkah anda membayangkan berapa rupiah yang mereka terima akibat ngartis di Indonesia? Saya bisa mengatakan mereka kenyang di negeri orang. Yang lebih herannya lagi saya bertanya dalam hati, emangnya tidak ada yang lebih bagus dan lebih menarik ketimbang budaya india? tidak adakah yang lebih indah ketimbang goyangan dan lagu india? 
Image result for budaya indonesia
source : bloqquuee.blogspot.com
Tulisan ini bukan untuk apa-apa, melainkan untuk mengingatkan masyarakat bahwasanya apa yang ditayangkan itu bukanlah kearifan lokal kita. Bagi televisi swasta pun seharusnya memberikan edukasi bagi masyarakat untuk mencintai budaya sendiri. Anak muda kita bahkan sudah ada yang sangat terpesona dengan budaya-budaya Korea dan Jepang. Mereka mengelu-elukan artis idola mereka masing-masing. Hal ini wajib ditangisi dan pantang untuk ditertawai. Tayangan-tayangan harusnya yang memperkenalkan budaya kita kepada dunia, bukan budaya orang lain kepada kita. Jika generasi muda saja sudah tidak peduli lagi dengan budayanya sendiri siapa lagi yang bisa peduli dengan budaya kita. Indonesia punya keberagaman yang sangat luar biasa banyaknya. Tidak ada negara lain yang menyamai Indonesia. 

Itulah sedihnya Indonesia, negara yang tidak pernah belajar dari kesalahan di masa lalu. Kasus freeport yang sudah menderpa Indonesia di masa lalu. Kita sebenarnya masih terus dijajah walau tidak secara langsung. Kita sudah merdeka, tapi bagi saya belum sepenuhnya. Indonesia masih terus harus memperjuangkan kemerdekaan. Terutama perjuangan budaya, kita selaku warga negara merupakan kewajiban kita untuk memperkenalkannya kepada dunia. Siapapun orang-orang penting yang menduduki jabatan strategis seharusnya bisa memberikan manfaat bagi Indonesia dan semua kebudayaanya, bukan malah mengajak warga asing memperkenalkan budayanya bagi kita, seakan Indonesia tak punya yang lebih indah dari budaya mereka.

Saturday, February 21, 2015

Bulan dan Bumi

Ketika bulan mengingat masa yang lalu-lalu
bulan hanya bisa berdoa kepada sang ilahi
semoga IA megembalikan momen yang pernah bulan lewati
dimasa-masa bumi dan bulan bercengkerama
dalam kegelapan malam

Ketika bulan berdoa
tak lupa bulan meneteskan air mata
perasaan tersedu dan tak ingin berpisah tak bisa bulan hindari
bulan yang begitu cinta dengan bumi
sesungguhnya tak mau pisah dengan bumi

Walau kini bumi sudah punya matahari
tentu bulan mengerti
bahwa akan ada saatnya
dimalam yang indah
bulan kan selalu menemani bumi
untuk menerangi malam indahnya

Bulan pun tertawa dan menunggu waktu indah itu ~

Aku pun berharap demikian
semoga TUHAN mengabulkannya kelak
agar ku berjumpa kembali dengannya


Zamannya Begal-membegal

Betapa terkejutnya kita ketika kita di zaman modern ini masih mendengar istilah 'begal'. Begal ialah sebuah tindakan kriminalitas dengan modus pembunuhan. Yang menjadi korbannya pun ialah pengendara sepeda motor dan pejalan kaki. Berita-berita yang banyak kita dengar meresahkan masyarakat Jakarta, terkhusus pasca dikeluarkannya survey yang menyatakan bahwa Jakarta memiliki tingkat keamanan yang rendah. Mengapa keamanan jakarta tidak semegah dan tidak semewah bangunan pencakar langitnya. Secara logika tentu dengan berdirinya bangunan mewah nan megah itu menyimbolkan keamanan dan kenyamanan. 
Image result for begal
source : tribunnews.com
Sebetulnya inti dari persoalan banyaknya kriminalitas di ibukota ialah banyaknya masyarakat yang pengangguran yang tidak memiliki penghasilan. Sehingga tidak ada cara lain selain merampok dan melakukan tindakan kriminalitas lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tingkat pendidikan yang rendah yang membuat mereka kesulitan memperoleh pekerjaan. Dengan banyaknya pengangguran tentu kualitas hidup pun rendah sehingga semakin marak kasus kriminalitas di Jakarta. 

Begal-membegal seakan kin menjadi sebuah trend yang layak untuk ditakuti. Bukan hanya mengancam barang berharga milik kita saja melainkan dapat mengancam nyawa kita sendiri. Tak tanggung-tanggung aksi pembegalan membuat nyawa seseorang melayang serta harta yang ada pun ludes semua. Itulah gambaran keamanan Jakarta yang jauh dari kata nyaman. Hiruk-pikuk perkotaan yang begitu padat ternyata menyimpan kriminalitas yang padat pula. Tentu dengan hal ini, pemerintah patut berkaca diri bagaimanan meningkatkan taraf hidup masyarakat sehingga kriminalitas dapat ditekan. Terlebih, kesenjangan antara orang kaya dan miskin harus semakin didekatkan, sehingga tidak akan muncul kecemburuan sosial. Jelas, kasus pembegalan ini ialah kecemburuan sosial. Mereka yang tidak punya uang untuk makan melihat mereka orang kaya yang berfoya-foya, bagaimana mungkin mereka tidak mengidap kecemburuan sosial antara yang satu dengan yang lainnya.

Tuesday, February 17, 2015

Jangan Lagi buat Kami Menunggu

Kini saya sudah mengetahui apa yang dirasakan masyarakat terhadap keputusan yang begitu lambat dibuat oleh presiden Joko Widodo, karena saya pribadi juga rakyat. Masalah yang terkatung-katung dengan dimensi yang begitu besar yang menyangkut kedudukan seseorang di lembaga tinggi penegakan hukum Indonesia. Kepolisian Negara Republik Indonesia kini boleh dikatakan sebagai institusi yatim piatu. Tak memiliki pucuk kepemimpian yang jelas tentu membuat lembaga yang satu ini kehilangan wibawanya. Sudah hampir satu bulan presiden menggantungi harapan atas nasib BG yang dicalonkan menjadi Kapolri. 
Image result for keputusan jokowi
source : beritasatu.com
Masyarakat pun gigit jari menunggu apa yang hendak diputuskan oleh presiden. Masyarakat pun menilai sudah terlalu banyak pembisik yang ada dibalik Jokowi, sehingga keputusan pun dibuat dengan bimbang tanpa ada pendirian. Dengan alasan menunggu praperadilan Presiden menunda untuk bersikap menyoal status tersangka yang disematkan kepada BG. Masyarakat pun tak tahu lagi siapa yang benar dan siapa yang salah. Pemerintah selaku steering seharunya memberikan harapan yang berarti tanpa mengucapkan kata-kata "secepatnya" yang membuat masyarakat gundah gulana menanti keputusan tersebut. Ini tentu terkesan Presiden menimbang kepentingan kelompok atau golongannya terhadap status BG. Dilain pihak BG menyatakan sudah siap dan akan menghargai apapun yang ditetapkan oleh Presiden. Dengan putusan pengadilan atas gugatan praperadilan yang diajuka BG ke pengadilan Jakarta Selatan yang menyatakan bahwa status tersangka yang disematkan kepada BG tidak sah dalam pandangan hukum, seharusnya presiden sudah mulai bersiap-siap untuk bersikap. Pertemuannya dengan jajaran pemerintahan di Istana Bogor ternyata tidak menyinggung sama sekali terhadap nasib BG. Padahal itu sudah janji "secepatnya".

Yang perlu diketahui, kini publik sudah cerdas dan bisa menyaring segala informasi yang didapatkannya. Yang jelas harapan masyarakat tetap kepada Jokowi sebagai Bapak dari seluruh masyarakat. Sebetulnya apapun yang diputuskan asal sesuai dengan hukum dan aspirasi masyarakat tidak ada dampak yang begitu bahaya bagi seorang presiden. Sebab kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Jika presiden menghindar dari kepentingan golongan dan dengan tegas membuat keputusan yang memuaskan masyarakat Presiden akan dianggap sebagai pahlawan walau sedikit kesiangan. Ternyata keberaniannya menyelesaikan persoalan di kalangan elite untuk kepentingan golongan tak seberani penetapan kenaikan harga BBM yang dampaknya kepada masyarakat luas. Pak presiden jangan menunda lagi, dan jangan lagi katakan "secepatnya"

Sunday, February 15, 2015

Makanan Sederhana yang Fenomenal

Di setiap weekend sebelum saya mengajar di salah satu bimbel di daerah cipinang, saya selalu menyempatkan diri untuk makan dan menikmati kue pancong di daerah bulak klender jakarta timur. Di tempat sederhana itulah pusat ataupun markas pancong yang bagi saya uenak tenan. Hehehe. Pertama kali saya nyoba sudah ketagihan dan langsung pengen dan pengen lagi. Kalo kita lihat tempatnya sih tidak begitu meyakinkan tapi jika ada mendekat tidak ada bangku yang bisa menampung anda. Orang-orang pun rela berdiri mengantri hanya untuk mencicipi pancong yang murah nan lezat. Dengan hanya mengantongi Rp.5000 saja anda sudah dapat menikmatinya. 
source : wisata.kompasiana.com
Yang saya heran dan bingung adalah mengapa pancong yang makanan tua dan bangkotan itu menjadi terkenal lagi saat ini. Padahal siapa sih yang gak kenal pancong yang begitu-gitu aja. Tapi dengan kemasan yang baru dengan beragam varian rasa yang menjadikannya menjadi daya tarik baru bagi masyarakat. Kita sudah dapat menemukan warung pancong dengan mudah dimana-mana. Dan yang lebih mengherankannya lagi di setiap warung pancong tidak ada yang pernah sepi. Bisnis pancong menurut saya sangatlah sederhana, sebetulnya semua orang bisa membuatnya dirumah, tapi entah mengapa bisa kebanjiran orderan. Yang saya perhatikan bahkan ketika saya datang pukul 08.00 WIB yang memesan sudah banyak, dan kalaupun kita mau makan disitu sudah pasti ngantri. 

Bagi saya bisnis pancong adalah bisnis fenomenal. Tak semua bisnis bisa dijadikan seperti itu. Kita sudah mengenal lama makanan yang bernama 'cucur'. Tapi mengapa fenomenanya tidak sama dengan pancong. Padahal keduanya adalah sama-sama makanan sesepuh indonesia. Tidak ada yang spesial dikeduanya selama ini. Yak, inilah tugas kita bagaimana mengemas kembali kue cucur supaya ketularan dengan bisnis kue pancong.

Monday, February 9, 2015

Perjuangan Sampai Kampus

Kemarin Senin, 10 Februari 2015 di pagi-pagi yang buta saya sudah mendengar deru hujan yang mengguyur rumah kami. Tapi saya terpaksa mengantar adik saya ke sekolah dengan menggunakan motor dan jas hujan untuk melindungi diri. Hujan pun tak kunjung berhenti. Pukul 08.30 saya pun kembali hujan-hujanan untuk pergi ke bank. Dan saya tahu saya harus kuliah pukul 09.50, akhirnya karena hujan saya harus berangkat dari rumah pukul 09.15 mungkin. Dan sepanjang perjalanan saya banyak sekali rintangan yang saya hadapi, diantaranya genangan-genangan air yang berproses menjadi banjir. Hingga terkadang saya harus melalui selah-selah lain untuk menghindari banjir supaya motor saya tidak mogok. Belum lagi ditambah macet yang amat sangat luar biasa, ya itu kita tahu jam kerja. 

Setelah melewati perjalanan lebih kurang 30 menit saya tiba di kampus dengan perasaan yang amat sangat senang karena saya berhasil melewati rintangan hujan yang mengesalkan. Tapi... ketika saya sampai kampus, saya mengambil HP saya dan mengetik PM (Personal Massage) " Perjuangan sampai kampus berhasil ". Banyak teman saya yang lalu personal chat sama saya, mereka berkata " Gak ada kuliah, dosen Akun gak ada ". Jreeengg... tiba-tiba muka saya berubah. Pada hari itu secara jadwal kami ada dua mata kuliah. 
Melepas kesepian saya, karena akhirnya saya sendiri gak ada temen yang menemani, saya jalan ke arah gedung N di UNJ. Di perjalanan saya bertemu dengan teman saya Indra yang saya lihat sedang membawa payung dan saya sangat butuh itu karna saya tak bawa payung. Kampi pun akhirnya berjalan bersama ke gedung N dengan tujuan ke Perpustakaan. Tapi, pada saat itu yang kami lihat air sudah menggenang sekitar 10 cm atau semata kaki orang dewasa. Air coklat yang menggenangi itu sudah masuk ke ruang belajar. Karena kami sudah menyingsingkan celana, jadi kami meneruskan perjalanan ke perpustakaan dengan melewati gedung N. Yang kami lihat ketinggian air semakin tinggi. Kampi pun masuk ke perpustakaan dengan maksud membaca. Setelah kurang lebih 30 menit kami di dalam perpustakaan, kami pun berencana pulang karena akhirnya tidak ada satu mata kuliah pun yang akan saya lewati. Dan begitu kami keluar perpustakaan sudah terlihatlah kolam susu menggenangi kampus kami tercinta, bahkan sampai ada perahu karet di siagakan disana. Celana yang kami lipat semula tak cukup lagi dan kami harus mengangkat lebih tinggi, dan pada momen itu saya mengabadikan momen ini.

Akhirnya saya pulang pun  dengan penuh perjuangan, menghindari semua titik banjir yang sudah menggenangi Jakarta, mencari jalur yang tidak macet dsb. Hingga akhirnya saya sampai di rumah dengan selamat. 

Saturday, February 7, 2015

Lagi-Lagi Mengulang Kisah

Ah, aku merasa bersalah
atas masa lalu yang berlimpah
ku kenang kenangan indah
walau kini telah pindah

Ya dulu kita sering bercanda tawa
seakan tak ada beban yang menerpa
sekalipun memang ada
aku yakin itu semua sirna, karena kita sedang bersama

Lagi-lagi kata-kata manismu dan manisku yang bertemu
mengingatkanku sungguh amat dalam
ke dalam kisah yang semu
yang kuingat dalam malam

sudah kucoba berulang kali
dan ku coba merenungi
banyak orang mengatakan aku salah
"Dia itu baik untukmu!"
kalimat itulah yang aku benci
karena itu sedang kulupai

sudahlah sudah, kau telah bersama yang lain
menjalani kisah cinta yang baru
doaku selalu yang terbaik bagimu
tapi harapanku tetap padamu.

di dalam perasaan yang dalam
mengingat masa lalu
kenangan manis 
yang tidak sempat menjalin cinta
karena hal yang tertunda. Selamat Malam kenangan.... 

Makna Tugas Berkelompok

source : renta-ceo.com
Readers, sedikit cerita yah di awal semester 2 perkuliahan ini agak sedikit sibuk karena semester ini lagi ngambil 23 SKS. Minggu pertama ini sih perkuliahan masih disibukkan dengan pembagian kelompok di masing-masing mata kuliah. Semester ini ada 9(sembilan) mata kuliah, dan bayangin aja di setiap mata kuliah itu pasti ada sesi yang dinamakan pembagian kelompok. Mungkin sebagian orang gak masalah dengan hal itu, mungkin mereka sudah biasa ketika SMA. Tapi dalam benak saya sih tetap menimbulkan pertanyaan besar, mengapa setiap dosen dalam mengajar menggunakan metode kelompok dan masing-masing kelompok presentasi sesuai dengan materi mereka masing-masing. Ini sempat menimbulkan kecurigaan saya, apakah para dosen itu memang tidak mau dilibatkan dalam memberi materi secara langsung. Pengalaman saya semester 1 banyak dosen yang sudah membagi kelompok dan sudah memberi silabus jarang hadir dalam kelas. Mungkin dalam satu semester terhitung sekali kehadirannya, yang sudah pasti hadir sih 1-2 minggu sebelum UTS dan UAS. 

Tapi sejak timbul pemikiran seperti itu, saya coba memikirkan hal ini dan menggunakan asas praduga tak bersalah kepada dosen -dosen terkait dengan firasat buruk saya yang sudah saya lontarkan diatas. Dan saya menemukan jawabannya. Dimasa kekinian, persaingan dunia kerja bukan lagi masalah pintar atau bodoh, lulusan dalam negeri atu luar negeri, lulus dengan IPK tinggi atau rendah, dan lulus dari perguruan tinggi ternama atau tidak. Tapi satu hal yang diperlukan saat ini adalah 'komunikasi'. Mungkin ini sangat mengejutkan anda, karena setelah saya renungkan mengapa dalam pelamaran kerja ada proses yang harus dilewati yakni wawancara dan mengapa ketika seseorang dipromosi ia harus presentasi terlebih dahulu. Yap, untuk mengetahui sebagaimana baik ia berkomunikasi. Mungkin kita sering atau pernah lihat, beberapa instansi atau lembaga yang sedang menerima lamaran kerja, mereka tidak hanya melihat kualitas tertulis seseorang, tetapi justru yang paling penting ialah kemampuan interpersonal dalam dunia psikologinya. Ternyata kemampuan interpersonal itu sangat bermanfaat dalam karier kita kelak. Interpersonal itu bukan hanya bagaimana membuat orang nyaman berkomunikasi, tetapi di dalamnya ada kemampuan presentasi, kemampuan berorganisasi dan lain-lain yang menyangkut dengan komunikasi. Darimana kita dapatkan itu? Ya tentu ketika kuliah dengan cara kita mengerjakan tugas secara kelompok itu sudah lebih cukup bagi kita belajar bagaimana menjalin komunikasi dengan orang lain dengan baik. Kita tahu bagaimana caranya bekerja sama dengan orang lain dengan keterampilan interpersonal yang kita miliki tersebut. Jadi bagi kalian adik-adik yang mungkin belum tau bagaimana sih kuliah itu, ketika kalian menghadapi dosen-dosen yang senang membagi tugas berkelompok itu adalah cara mereka mendidik kita agar kita mampu bersaing dalam dunia pekerjaan, kelak. Terima kasih dosenku~

Wednesday, February 4, 2015

Ibarat Supir, Mobil dan Bengkel

source : nasional.news.viva.co.id
Belakangan ini kita banyak disuguhkan berita oleh media terkait isu kontroversial penetapan kapolri oleh presiden Joko Widodo. Ditetapkannya Komjen. Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK menjadikan pelantikan calon tunggal kapolri itu tak semulus yang dibayangkan. Hal ini pula yang membuat presiden Joko Widodo bingung menentukan sikap dan menyatakan menunggu keputusan praperadilan yang sedang berproses. Komjen Budi Gunawan yang sudah mengikuti proses fit and proper test bersama dengan komisi III DPR RI menyatakan lolos uji terhadap calon tunggal Kapolri tersebut. Desakan untuk tidak menggantungi nasib Komjen Budi Gunawan pun banyak dilontarkan masyarakat dan juga para anggota DPR terhadap presiden Joko Widodo. 

Dalam kasus ini, satu hal yang perlu kita ketahui ialah penetapan kapolri oleh presiden sepenuhnya merupakan hak prerogatif. Dalam opini saya apa yang disebut hak prerogatif tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun. DPR sebagai penyelenggara fit and proper test pun dalam pemikiran saya tidak dapat memaksakan kehendak untuk terus meminta presiden melantik calon kapolri tersebut. Sekalipun lulus uji oleh DPR jika ada satu dua hal yang menjadi pertimbangan presiden untuk tidak melantiknya, itu bukan merupakan keanehan, sebab itu merupakan hak prerogatif presiden. 

Bagi saya, proses penyeleksian calon kapolri dapat dianalogikan antara supir, mobil, dan bengkel. Dalam hal ini supir ialah presiden, mobil ialah calon kapolri dan bengkel adalah DPR. Ketika supir membawa mobil ke bengkel untuk dilakukan pengecekan umpamanya, tentu bengkel akan melakukan pengecekan sebagaimana dimintakan oleh sang supir. Namun, apapun nanti keputusan bengkel antara layak pakai atau tidak layak pakai keputusan tetap ada di tangan supir. Karena supir tersebutlah yang nantinya akan mengendarai mobil tersebut dan patut menerima resiko jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam hal ini bengkel tidak dapat mengintervensi supir untuk menggunakan mobil ini atau tidak. Begitu juga menurut saya dengan penetapan dan pelantikan kapolri. Tak ubahnya, DPR hanyalah penentu kelayakan, yang menentukan tetaplah presiden karena yang menanggung resiko juga ialah presiden. Bukan yang lain.